4
September 1993, aku terlahir dari sebuah keluarga sederhana. Ayahku bekerja
sebagai buruh tani dan begitu pula dengan ibuku berjualan mainan anak-anak dari
satu SD ke SD yg lain untuk membantu ayahku mencukupi kebutuhan keluargaku.
Perjalanan
hidupku penuh dengan air mata dan rintangan, kata ayahku. Menurut beliau waktu
masih bayi nyawaku sudah hampir melayang, karena aku terjatuh dari gendongan
kakakku dan saat itu keadaanku sudah sangat kritis. Tapi dengan kuasa Allah
akhirnya aku masih diberi kesempatan untuk menikmati indahnya alam semesta ini.
Bukan hanya itu saja ketika usiaku sudah beranjak 5 tahun ada keanehan dalam
diriku yang dilihat oleh kedua orang tuaku, aku belum bisa berjalan. Padahal
semua teman-teman sebayaku telah bisa berlari dan bermain menikmati masa kecil
mereka. Sedangkan aku, berdiri saja belum bisa. Aku hanya bisa duduk dan
digendong ibuku. Kedua orang tuaku juga telah berusaha mencari penyebab kenapa
aku belum bisa berjalan saat itu. Ya, walaupun perekonomian keluargaku saat itu
dalam keadaan serba kekurangan. Tapi semangat kedua orang tuaku agar aku bisa
berjalan tak pernah surut. Dari pengobatan dokter sampai pengobatan
tradisionalpun telah dilakukan. Ibuku saat itu khawatir sekali jika aku terkena
penyakit polio.Tapi dokterpun tak bisa menjelaskan kenapa dalam umurku yang
sudah 5 tahun itu aku belum bisa berjalan, padahal kesehatanku secara medis
normal-normal saja, aku juga tidak terkena penyakit polio. Sampai akhirnya
ibuku mendengar dari tetanggaku ada pengobatan tradisional yang mungkin bisa
menyembuhkan aku. Ibuku pun mendatangi tempat pengobatan itu dan itupun harus
dengan sudah payah. Ibuku harus berjalan berkilo-kilo meter untuk sampai ketempat
tersebut, karena letaknya sangat jauh dari desaku dan saat itu kendaraan umum
juga masih jarang. Akhirnya lewat pengobatan itu Allah memberikan kesembuhan
buatku. Ya, hanya selang beberapa minggu setelah aku mengikuti terapi itu,
akhirnya aku sembuh dan bisa berjalan. Saat itu usiaku sudah menginjak 6 tahun.
Kemudian aku melihat teman-temanku telah measuki TK. Tapi aku belum
disekolahkan kedua orang tuaku, saat itu aku merengek dan menangis minta
disekolahkan TK. Akhirnya aku memasuki TK Dharmawangsa III. Saat TK aku harus
tinggal kelas, aku menangis karena sering diejek teman-temanku yang telah bisa
masuk SD. Mereka sering mengejekku sebagai anak yang bodoh karena tinggal
kelas. Padahal kata buguru TK ku aku itu gak bodoh, aku memang sengaja belum
dimasukkan ke SD karena umurku masih kurang, untuk masuk SD itu harus berumur 7
tahun. Setelah tahun ke 2 di TK aku lalui dengan sering menangis dikelas karena
diejekin teman-temanku, akhirnya usia 7 tahun aku bisa masuk SD. Jika
teman-temanku pada kelas 1 SD mereka sering dibantu dan diajari keluarga mereka
untuk pelajaran sekolah, tidak dengan aku. Aku melakukan semuanya secara
mandiri karena kedua orangtuaku pun tidak pernah mengenyam pendidikan di
sekolah, membaca dan menulis mereka juga tidak bisa, sehingga dengan susah
payah aku harus belajar sendiri. Tapi walaupun begitu itu tidak menjadi
penghalang bagiku, karena dengan belajar mandiri justru membuat aku selalu
menjadi bintang kelas selama SD.
Saat
itu aku bercita-cita bisa menjadi guru dan suatu saat aku ingin sekolah
setinggi-tingginya, ya aku ingin kuliah. Itu adalah cita-cita masa kecilku,
tapi orang-orang disekitarku sering menertawakan saat aku berkata seperti itu,
bahkan saat aku belajar dengan sungguh-sungguh karena aku yakin bisa meraih
cita-citaku, mereka malah bilang, “Halah....ngapain belajar sungguh-sungguh,
paling-paling perempuan juga bakal jadi ibu rumah tangga cuman bisa didapur”. Walaupun
sering diolok-olok seperti itu tapi semangatku tak pernah padam. Aku memang
tidak tau jalan apa yang akan aku tempuh agar bisa kuliah dan bisa meraih
cita-citaku, karena aku sadar orang tuaku tidak mungkin sanggup membiayai jika
aku kuliah. Saat itu aku hanya yakin kalau aku bersungguh-sungguh Insyaallah
apa yang aku cita-citakan bisa terwujud karena Allah itu Maha Berkehendak. Aku
terus belajar sungguh-sungguh dan terus berpegang pada keyakinan itu.
Saat
telah lulus SD aku ingin sekali masuk SMP Negeri 1 Dempet yang menjadi favorit
didesaku. Pada awalnya ayahku melarang, karena selain keterbatasan biaya jaraknya
juga jauh. Tapi aku terus membujuk ayahku agar aku diijinkan sekolah disitu.
Akhirnya ayahku luluh juga dan mengijinkan aku sekolah disitu. Karena jaraknya
yang lumayan jauh dari rumahku yaitu 3 km, jadi tiap pagi aku berangkat dengan
naik sepeda. Masa-masa SMP aku jalani dengan penuh semangat meraih prestasi untuk
mencapai cita-citaku. Aku sering jadi delegasi untuk mewakili lomba
disekolahku. Dari lomba-lomba itu aku
sering berhasil memberikan piala untu sekolah tercintaku, aku pernah
juara 3 LCT PKn, juara 3 lomba Macapat, dan Juara 1 lomba story telling. Tapi
menjadi bintang disekolahku bukan berarti aku punya banyak teman, justru malah
sebaliknya, teman-temanku sering mengucilkan aku. Menurut mereka aku ini kutu
buku, kurang gaul, dan sebagainya. Bahkan saat ada pembagian kelompok menari
ataupun senam aku sering tidak dapat kelompok. Karena teman-temanku sering
menolak jika aku menjadi kelompok mereka. Ya begitulah saat itu aku memang
kurang pandai dalam bersosialisasi, aku lebih banyak menghabiskan waktu
diperpustakaan, aku tidak peduli dengan mereka yang mengucilkan aku. Aku hanya
berpikir bagaimana caranya agar aku bisa terus sekolah dan mempertahankan
prestasiku agar aku bisa terus dapat beasiswa. Saat SMP aku mengumpulkan uang
beasiswa dan uang yang aku peroleh dari menangin lomba, aku juga penah
memperoleh beasiswa dari provinsi sebagai apresiasi pemerintah terhadap
prestasiku disekolah. semua uang itu sengaja aku kumpulkan untuk aku biaya
masuk SMA. Karena aku tidak mau merepotkan kedua orangtuaku. Akhirnya setelah 3
tahun aku lulus dari SMP dengan nilai yang memuaskan aku juga menjadi lulusan
terbaik angkatanku saat itu. Kemudian
dengan berbekal beasiswa yang sering aku kumpulkan dari SMP aku mendaftar di
SMA Negeri 1 Godong, biayanya memang cukup mahal menurutku saat itu. Tetapi
untungnya Allah memang selalu membantuku karena saat seleksi pertama masuk di
SMA itu aku berhasil menjadi juara 1 sehingga aku dibebaskan dari uang gedung.
Di SMA ini aku mulai menyusun rencana masa depanku, tapi masa-masa SMA penuh
dengan air mataku. Saat kelas X aku memang selalu memperoleh peringkat 1
paralel tapi saat itu aku benar-benar putus asa karena aku tidak berhasil masuk
OSN kimia. Aku sering mengurung diri dikamar karena saat itu aku berfikir
itulah jalan satu-satunya agar aku bisa dapat beasiswa saat kuliah. Lalu saat
itulah ada seorang sahabatku yang menasehatiku, sahabatku itulah yang
perlahan-lahan memberi warna dalam hidup. Aku yang dulu jadi orang yang
introvert, pendiam, sering murung, karena dia aku berubah jadi anak yang
periang, pandai bersosialisasi. Bahkan dia juga mengajariku tentang arti
persahabatan, pentingnya bersosialisasi, dan segala aspek kehidupan lainnya,
dia juga mengajariku bahwa menjadi kutu buku itu bagus tapi menjadi anak yang
pandai dalam akademis dan non akademis (bersosialisasi) itu justru lebih bagus.
Saat itu aku baru tau bahwa dunia itu sangat luas dan aku harus berinteraksi
dengan dunia untuk menyentuhnya bukan hanya selalu menjadi kutu buku. Dan
akhirnya saat itu aku mulai terbuka untuk bersosialisasi, bahkan aku mengikuti
banyak organisasi disekolahku dari rokhis, bantara, Karya Ilmiah Remaja, dan
pada puncaknya aku menjadi wakil ketua OSIS. Dari berbagai organisasi itu aku
memperoleh banyak teman dan pengalaman, walaupun aku mengikuti berbagai
organisasi di SMA prestasiku juga masih bagus disekolah. Bahkan dari
organisasikupun aku juga turut menyumbangkan prestasiku, yaitu aku memperoleh
juara 1 lomba LCC Kepramukaan tingkat. Walaupun disibukkan oleh organisasi aku
juga tetap sering menjadi delegasi sekolah untuk ikut lomba, pernah mengikuti
lomba mapel biologi di kabupaten, lomba kimia antar anak-anak SMA di UNDIP.
Lomba OKINES di UNNES dan saat itulah aku mulai mengenal UNNES dan berharap
bisa kuliah disini. Saat kelas XII aku mulai bingung akan kuliah kemana, aku
juga bingung dengan biayanya saat itu aku sering curhat ke guru BK disekolahku
sehingga guru BK ku menyarankan aku untuk ikut bidikmisi. Aku akhirnya
mengumpulkan segala persyaratan yang diperlukan dan saat kelas XII itu aku
sering mondar-mandir di BK untuk mencari informasi tentang bidikmisi. Dan
untungnya saat itu ada kakak kelasku di UNNES yang datang ke sekolahku untuk
memberi info tentang UNNES dan beasiswa bidikmisi. Dan saat itu aku kemudian
memilih UNNES untuk pilihan pertama dan jurusan kimia. Saat itu adlah sekitar
bulan januari. Dan sejak saat itu aku selalu berdo’a semoga diterima disini.
Tapi saat bulan januari itu temanku justru malah mengajak aku mendaftar di
Poltekkes akhirnya aku juga mendaftar di Kebidanan Poltekkes tapi aku mendaftar
di Poltekkes ini tanpa sepengetahuan kedua orang tuaku. Aku mendaftar dengan
uang yang aku kumpulkan sendiri. Dan tidak disangka justru pengumumannya bulan
maret poltekkes sudah diumumkan dan aku diterima bahkan nilaiku tertinggi
pertama disini. Setelah diterima justru aku malah bingung memikirkan biayanya
yaitu sekitar 15 juta, akhirnya aku bilang ke orang tuaku kalau aku mendaftar
kuliah di Poltekkes dan UNNES. Dan aku sudah diterima di Poltekkes tapi harus
membayar uang registrasi. Setelah berdiskusi dengan orang tua, dan melihat
kondisi keuangan keluargaku aku akhirnya memilih menunggu pengumuman yang
diUNNES dan melepaskan begitu saja yang di Poltekkes. Saat itu aku dan
keluargaku benar-benar selalu berdo’a dan berharap agar aku diterima di UNNES.
Saat itu 26 Mei aku pengumuman kelulusan UAN dan akhirnya aku lulus dengan
nilai yang memuaskan bahkan mendapat nilai tertinggi disekolahku. Saat pulang
dari mengambil nilai UAN disekolah bersama ibuku itu aku mendapat kabar dari
temenku kalau SNMPTN Undangan sudah pengumuman saat itu aku berangkat ke warnet
untuk melihat pengumumannya di Internet tapi Warnetnya malah tutup, aku
benar-benar sangat galau saat itu aku bingung mau lihat dimana lagi
pengumumannya hari sudah petang sekitar setengah 7 aku pulang kerumah dan
bilang ke ibuku kalau warnetnya tutup, aku hampir menangis saat itu tiba-tiba
aku mendapat sms dari guru BK ku kalau aku diterima di UNNES dengan beasiswa
bidikmisi. Saat itu aku tidak percaya tapi guruku BK benar-benar meyakinkan aku
kalau aku diterima. Ah....rasanya aku sangat bersyukur saat itu aku langsung
sujud syukur. Ya Allah....akhirnya aku diterima di UNNES. Dan perjuanganku, air mataku, dan jerih
payahku tak sia-sia. Dan firman Allah dalan QS.Al-insyiroh memang benar
“sesungguhnya sesudah kesulitan pasti ada kemudahan”