Hari-hari terus berlalu. Sekarang
benar-benar pasti, aku ketahui bahwa kamu tak pernah mencintaiku. Hariku semakin
berliku dengan keputusan itu. Dulu ketika aku belum tahu perasaan kamu, aku
begitu semangat menjalani hari-hariku. Aku semangat memperbaiki diri,
mempersiapkan segalanya. Menjadi wanita yang sangat mandiri dan cerdas. Aku terus
bekerja lembur bahkan bolak-balik terbang ke luar kota demi mengumpulkan
tabungan masa depan untuk kita. Bagiku kebahagiaanku itu gak penting, asal aku
bisa membuat kamu bahagia, membuat kamu bangga atas segala prestasiku. Atau
setidaknya aku ingin melihatmu tersenyum bahagia. Aku begitu menderita melihat
sorot matamu yang selalu penuh beban itu. Aku tak pernah tahu beban apakah yang
terasa memberatkanmu. Aku pikir karena keadaan ekonomiyang sulit. Jadi kupersiapkan
segalanya agar aku tak perlu repot-repot membebanimu ketika kita bersama. Aku ingin
membuatmu dan keluargamu bahagia. Dan ternyata kini ku tahu sorot matamu yang
penuh beban itu karena kamu mencintai orang lain yang tak pernah bisa kamu
miliki. Dan kini kamu sudah memiliki calon wanita untuk kamu jadikan istri.
Ya Tuhan... hatiku sakit, hancur
sekali. Sekarang karirku berantakan dan aku lebih banyak memilih mengurung diri
dan menangis di kamar. Aku linglung ketika berkumpul dengan teman-temanku, aku
lebih banyak diam melamun. Aku sering cek kesehatan ke dokter kesehatanku yang
semakin menurun. Aku lemah menghadapi perasaanku sendiri. Aku kalah melawan
gejolak hatiku yang hancur. Temanku sekamar bilang psikologiku hancur, aku
butuh seorang psikolog dan mungkin aku butuh dokter jiwa. Apa aku telah
benar-benar gila? Aku kira aku bisa hidup tegar meski tanpa kamu, tapi rupanya
sekarang aku hidu[p seperti tak bernyawa. Seperti mayat hidup yang tak tahu
harus melangkah.
Impian yang ku bangun selama ini
terlalu ku gantung semuanya untuk kamu. Kini semuanya runtuh sudah.bisakah kau
jelaskan kepadaku apa yang harus ku lakukan tanpamu? Kau bilang aku harus
melanjutkan hidupku dan membuka hati untuk orang lain. Bagaimana bisa aku
secepat itu bangkit. Aku bahkan tidak pernah tahu butuh waktu berapa lama untuk
berdiri tegar menerima semua ini. Aku sudah pulang kerumah memeluk kedua orang
tuaku. Kakak adikku menghiburku. Mereka semua mensupport aku untuk bangkit dari
keterpurukan ini. Akhirnya aku kembali ke kalimantan melanjutkan hidupku. Aku kira
aku sudah akan sembuh setelah balik kesini. Tapi aku justru semakin lemah tak
berdaya dengan diriku. Sekarang aku tak mau lagi pulang kerumah karena orang
tuaku akan ikut hancur jika melihatku seperti ini. Tak mengapa biar aku saja
yang menanggung semua ini sendirian asal jangan keluargaku merasa sedih
karenaku.
Kini aku tahu di dunia ini tak
pernah ada kesempatan kedua dalam urusan cinta. aku menunggumu bertahun-tahun
bahkan ketika kamu selalu berganti-ganti pacar aku selalu sabar, berdoa dan
yakin suatu saat kau akan luluh melihat perjuanganku lalu mencintaiku. Ternyata
rumus cinta tidak sesederhana itu meski aku telah berjuang keras semua tak bisa
membuatmu memilihku. Aku tak pernah memiliki kesempatan untuk menjadi wanita
yang kamu cintai. Aku hanya masih terus bertanya mengapa.