Minggu, 19 Maret 2017

Hatiku yang Semakin Retak


Hari-hari terus berlalu. Sekarang benar-benar pasti, aku ketahui bahwa kamu tak pernah mencintaiku. Hariku semakin berliku dengan keputusan itu. Dulu ketika aku belum tahu perasaan kamu, aku begitu semangat menjalani hari-hariku. Aku semangat memperbaiki diri, mempersiapkan segalanya. Menjadi wanita yang sangat mandiri dan cerdas. Aku terus bekerja lembur bahkan bolak-balik terbang ke luar kota demi mengumpulkan tabungan masa depan untuk kita. Bagiku kebahagiaanku itu gak penting, asal aku bisa membuat kamu bahagia, membuat kamu bangga atas segala prestasiku. Atau setidaknya aku ingin melihatmu tersenyum bahagia. Aku begitu menderita melihat sorot matamu yang selalu penuh beban itu. Aku tak pernah tahu beban apakah yang terasa memberatkanmu. Aku pikir karena keadaan ekonomiyang sulit. Jadi kupersiapkan segalanya agar aku tak perlu repot-repot membebanimu ketika kita bersama. Aku ingin membuatmu dan keluargamu bahagia. Dan ternyata kini ku tahu sorot matamu yang penuh beban itu karena kamu mencintai orang lain yang tak pernah bisa kamu miliki. Dan kini kamu sudah memiliki calon wanita untuk kamu jadikan istri.

Ya Tuhan... hatiku sakit, hancur sekali. Sekarang karirku berantakan dan aku lebih banyak memilih mengurung diri dan menangis di kamar. Aku linglung ketika berkumpul dengan teman-temanku, aku lebih banyak diam melamun. Aku sering cek kesehatan ke dokter kesehatanku yang semakin menurun. Aku lemah menghadapi perasaanku sendiri. Aku kalah melawan gejolak hatiku yang hancur. Temanku sekamar bilang psikologiku hancur, aku butuh seorang psikolog dan mungkin aku butuh dokter jiwa. Apa aku telah benar-benar gila? Aku kira aku bisa hidup tegar meski tanpa kamu, tapi rupanya sekarang aku hidu[p seperti tak bernyawa. Seperti mayat hidup yang tak tahu harus melangkah.

Impian yang ku bangun selama ini terlalu ku gantung semuanya untuk kamu. Kini semuanya runtuh sudah.bisakah kau jelaskan kepadaku apa yang harus ku lakukan tanpamu? Kau bilang aku harus melanjutkan hidupku dan membuka hati untuk orang lain. Bagaimana bisa aku secepat itu bangkit. Aku bahkan tidak pernah tahu butuh waktu berapa lama untuk berdiri tegar menerima semua ini. Aku sudah pulang kerumah memeluk kedua orang tuaku. Kakak adikku menghiburku. Mereka semua mensupport aku untuk bangkit dari keterpurukan ini. Akhirnya aku kembali ke kalimantan melanjutkan hidupku. Aku kira aku sudah akan sembuh setelah balik kesini. Tapi aku justru semakin lemah tak berdaya dengan diriku. Sekarang aku tak mau lagi pulang kerumah karena orang tuaku akan ikut hancur jika melihatku seperti ini. Tak mengapa biar aku saja yang menanggung semua ini sendirian asal jangan keluargaku merasa sedih karenaku.

Kini aku tahu di dunia ini tak pernah ada kesempatan kedua dalam urusan cinta. aku menunggumu bertahun-tahun bahkan ketika kamu selalu berganti-ganti pacar aku selalu sabar, berdoa dan yakin suatu saat kau akan luluh melihat perjuanganku lalu mencintaiku. Ternyata rumus cinta tidak sesederhana itu meski aku telah berjuang keras semua tak bisa membuatmu memilihku. Aku tak pernah memiliki kesempatan untuk menjadi wanita yang kamu cintai. Aku hanya masih terus bertanya mengapa.

Catatan Hatiku yang Gagal di Pernikahan


Ketika aku menulis ini aku sedang dalam ketakutan. Aku takut dengan diriku yang tak bisa menerima keputusan itu dengan lapang. 2 minggu telah berlalu setelah semua perasaan itu jelas nyata telah terungkap. Tapi aku baru tahu betapa memendam perasaan selama bertahun-tahun itu tak seberapa sedihnya dibanding menerima kenyataan. Bahwa hanya aku yang cinta, bahwa aku harus rela melepaskan kamu, karena kamu sudah lama memilih orang lain untuk menjadi calon istrimu. Aku ingin menerima semuanya dengan tenang tapi sejujurnya hatiku porak-poranda. Aku ingin sekali memaksamu mencintaiku tapi aku justru dengan tersenyum mengirim pesan, “ jangan lupa undang aku ke pernikahanmu”. Ya Tuhan... Aku pura-pura tegar di depan dia untuk apa coba. Untuk menarik perhatian kamu lagi? Padahal aku sudah benar-benar kalah. Aku tidak punya harapan meski 0,0001% apaa kamu peduli betapa sakitnya aku?

Aku ingin marah tapi tak bisa dan berakhir dengan ingin menyakiti diri sendiri. Aku hampir saja menabrakkan diri dengan mobil. Aku berpikir itu tak seberapa sakitnya dibanding hatiku. Bukankah aku sangat egois? Seakan aku paling merasa menderita di dunia ini. Akhirnya aku memutuskan pulang ke pelukan ibu. Semua pekerjaan kutinggalkan saat itu juga. Aku berlari ditengah hujan menuju bandara. Perjalanan kalimantan-jawa ku lalui dengan penuh air mata. Kini aku baru tahu seseorang bisa hidup sehari meski tanpa makanan. Tapi tanpa harapan dia tak akan bertahan lama. Iya sekarang aku kehilangan harapan.  

Aku tidak tahu harus kemana membawa langkah kakiku. Kepastian ini begitu menyakitkan. Bekal-bekal pernikahan yang kupersiapkan justru membuatku semakin terpuruk. Tabungan pernikahan dan rencana masa depan, betapa kerasnya aku berjuang  mempersiapkan semuanya meski tanpa kamu. Dan ternyata semua itu tak berarti buat kamu.

Aku hanya ingin menangisi nasib diriku saja. Betapa menderitanya menjadi wanita yang tak pernah punya kesempatan untuk dicintai oleh laki-laki sepertimu. Betapa malangnya aku yang selalu mencintaimu. Karena mencintaimu bukanlah pilihanku. Jika aku bisa memilih tentu aku akan memilih mencintai orang yang juga mencintaiku. Sayangnya cinta itu dipilihkan oleh takdir entah bagaimana caranya cinta itu hadir. Dan entah bagaimana caranya aku harus berdiri tegar menghadapi semua ini.