Minggu, 13 April 2014

Mulai dari Nol


20 tahun menjalani kehidupan didunia ini bukanlah waktu yang singkat, tapi waktu terasa bergulir begitu cepat. Hari-hari yang penuh dengan kenangan ada tangis, tawa, suka dan duka. Ada banyak hal yang ingin ku kenang, tapi ada banyak hal juga yang pasti menguras air mata. Terkadang juga ada penyesalan atas pilihan-pilihan yang telah di ambil di masalalu. Padahal life is a choice, you just have one choice and never regret it. Pilihan tak seharusnya disesali, Tuhan pasti selalu punya rencana yang indah. Begitupun aku ingin mulai semuanya dari nol. Ketika semua kejadian masa lampau mungkin ada yang cukup menyesakkan dada, tapi cukup itu sebagai pelajaran untuk menjadi lebih baik hari ini dan seterusnya. Tak seharusnya aku menghadap terus kebelakang sementara jalan didepanku masih panjang....
Aku rasa tak akan pernah sia-sia dan tertinggal walaupun aku baru akan memulainya dari sekarang. Bahkan walaupun dari nol, yang penting masih ada tekad yang kuat untuk memulai dan terus berjalan tanpa henti, karena aku yakin Allah akan selalu menuntunku....


Terinspirasi semua ini ketika Jumat, 11/04 malam kemarin sharing bareng adek-adekku dikamar kardelen.

Jumat, 11 April 2014

Kisahku Menuju Bidikmisi


4 September 1993, aku terlahir dari sebuah keluarga sederhana. Ayahku bekerja sebagai buruh tani dan begitu pula dengan ibuku berjualan mainan anak-anak dari satu SD ke SD yg lain untuk membantu ayahku mencukupi kebutuhan keluargaku.
Perjalanan hidupku penuh dengan air mata dan rintangan, kata ayahku. Menurut beliau waktu masih bayi nyawaku sudah hampir melayang, karena aku terjatuh dari gendongan kakakku dan saat itu keadaanku sudah sangat kritis. Tapi dengan kuasa Allah akhirnya aku masih diberi kesempatan untuk menikmati indahnya alam semesta ini. Bukan hanya itu saja ketika usiaku sudah beranjak 5 tahun ada keanehan dalam diriku yang dilihat oleh kedua orang tuaku, aku belum bisa berjalan. Padahal semua teman-teman sebayaku telah bisa berlari dan bermain menikmati masa kecil mereka. Sedangkan aku, berdiri saja belum bisa. Aku hanya bisa duduk dan digendong ibuku. Kedua orang tuaku juga telah berusaha mencari penyebab kenapa aku belum bisa berjalan saat itu. Ya, walaupun perekonomian keluargaku saat itu dalam keadaan serba kekurangan. Tapi semangat kedua orang tuaku agar aku bisa berjalan tak pernah surut. Dari pengobatan dokter sampai pengobatan tradisionalpun telah dilakukan. Ibuku saat itu khawatir sekali jika aku terkena penyakit polio.Tapi dokterpun tak bisa menjelaskan kenapa dalam umurku yang sudah 5 tahun itu aku belum bisa berjalan, padahal kesehatanku secara medis normal-normal saja, aku juga tidak terkena penyakit polio. Sampai akhirnya ibuku mendengar dari tetanggaku ada pengobatan tradisional yang mungkin bisa menyembuhkan aku. Ibuku pun mendatangi tempat pengobatan itu dan itupun harus dengan sudah payah. Ibuku harus berjalan berkilo-kilo meter untuk sampai ketempat tersebut, karena letaknya sangat jauh dari desaku dan saat itu kendaraan umum juga masih jarang. Akhirnya lewat pengobatan itu Allah memberikan kesembuhan buatku. Ya, hanya selang beberapa minggu setelah aku mengikuti terapi itu, akhirnya aku sembuh dan bisa berjalan. Saat itu usiaku sudah menginjak 6 tahun. Kemudian aku melihat teman-temanku telah measuki TK. Tapi aku belum disekolahkan kedua orang tuaku, saat itu aku merengek dan menangis minta disekolahkan TK. Akhirnya aku memasuki TK Dharmawangsa III. Saat TK aku harus tinggal kelas, aku menangis karena sering diejek teman-temanku yang telah bisa masuk SD. Mereka sering mengejekku sebagai anak yang bodoh karena tinggal kelas. Padahal kata buguru TK ku aku itu gak bodoh, aku memang sengaja belum dimasukkan ke SD karena umurku masih kurang, untuk masuk SD itu harus berumur 7 tahun. Setelah tahun ke 2 di TK aku lalui dengan sering menangis dikelas karena diejekin teman-temanku, akhirnya usia 7 tahun aku bisa masuk SD. Jika teman-temanku pada kelas 1 SD mereka sering dibantu dan diajari keluarga mereka untuk pelajaran sekolah, tidak dengan aku. Aku melakukan semuanya secara mandiri karena kedua orangtuaku pun tidak pernah mengenyam pendidikan di sekolah, membaca dan menulis mereka juga tidak bisa, sehingga dengan susah payah aku harus belajar sendiri. Tapi walaupun begitu itu tidak menjadi penghalang bagiku, karena dengan belajar mandiri justru membuat aku selalu menjadi bintang kelas selama SD.
Saat itu aku bercita-cita bisa menjadi guru dan suatu saat aku ingin sekolah setinggi-tingginya, ya aku ingin kuliah. Itu adalah cita-cita masa kecilku, tapi orang-orang disekitarku sering menertawakan saat aku berkata seperti itu, bahkan saat aku belajar dengan sungguh-sungguh karena aku yakin bisa meraih cita-citaku, mereka malah bilang, “Halah....ngapain belajar sungguh-sungguh, paling-paling perempuan juga bakal jadi ibu rumah tangga cuman bisa didapur”. Walaupun sering diolok-olok seperti itu tapi semangatku tak pernah padam. Aku memang tidak tau jalan apa yang akan aku tempuh agar bisa kuliah dan bisa meraih cita-citaku, karena aku sadar orang tuaku tidak mungkin sanggup membiayai jika aku kuliah. Saat itu aku hanya yakin kalau aku bersungguh-sungguh Insyaallah apa yang aku cita-citakan bisa terwujud karena Allah itu Maha Berkehendak. Aku terus belajar sungguh-sungguh dan terus berpegang pada keyakinan itu.
Saat telah lulus SD aku ingin sekali masuk SMP Negeri 1 Dempet yang menjadi favorit didesaku. Pada awalnya ayahku melarang, karena selain keterbatasan biaya jaraknya juga jauh. Tapi aku terus membujuk ayahku agar aku diijinkan sekolah disitu. Akhirnya ayahku luluh juga dan mengijinkan aku sekolah disitu. Karena jaraknya yang lumayan jauh dari rumahku yaitu 3 km, jadi tiap pagi aku berangkat dengan naik sepeda. Masa-masa SMP aku jalani dengan penuh semangat meraih prestasi untuk mencapai cita-citaku. Aku sering jadi delegasi untuk mewakili lomba disekolahku. Dari lomba-lomba itu aku  sering berhasil memberikan piala untu sekolah tercintaku, aku pernah juara 3 LCT PKn, juara 3 lomba Macapat, dan Juara 1 lomba story telling. Tapi menjadi bintang disekolahku bukan berarti aku punya banyak teman, justru malah sebaliknya, teman-temanku sering mengucilkan aku. Menurut mereka aku ini kutu buku, kurang gaul, dan sebagainya. Bahkan saat ada pembagian kelompok menari ataupun senam aku sering tidak dapat kelompok. Karena teman-temanku sering menolak jika aku menjadi kelompok mereka. Ya begitulah saat itu aku memang kurang pandai dalam bersosialisasi, aku lebih banyak menghabiskan waktu diperpustakaan, aku tidak peduli dengan mereka yang mengucilkan aku. Aku hanya berpikir bagaimana caranya agar aku bisa terus sekolah dan mempertahankan prestasiku agar aku bisa terus dapat beasiswa. Saat SMP aku mengumpulkan uang beasiswa dan uang yang aku peroleh dari menangin lomba, aku juga penah memperoleh beasiswa dari provinsi sebagai apresiasi pemerintah terhadap prestasiku disekolah. semua uang itu sengaja aku kumpulkan untuk aku biaya masuk SMA. Karena aku tidak mau merepotkan kedua orangtuaku. Akhirnya setelah 3 tahun aku lulus dari SMP dengan nilai yang memuaskan aku juga menjadi lulusan terbaik angkatanku saat itu.  Kemudian dengan berbekal beasiswa yang sering aku kumpulkan dari SMP aku mendaftar di SMA Negeri 1 Godong, biayanya memang cukup mahal menurutku saat itu. Tetapi untungnya Allah memang selalu membantuku karena saat seleksi pertama masuk di SMA itu aku berhasil menjadi juara 1 sehingga aku dibebaskan dari uang gedung. Di SMA ini aku mulai menyusun rencana masa depanku, tapi masa-masa SMA penuh dengan air mataku. Saat kelas X aku memang selalu memperoleh peringkat 1 paralel tapi saat itu aku benar-benar putus asa karena aku tidak berhasil masuk OSN kimia. Aku sering mengurung diri dikamar karena saat itu aku berfikir itulah jalan satu-satunya agar aku bisa dapat beasiswa saat kuliah. Lalu saat itulah ada seorang sahabatku yang menasehatiku, sahabatku itulah yang perlahan-lahan memberi warna dalam hidup. Aku yang dulu jadi orang yang introvert, pendiam, sering murung, karena dia aku berubah jadi anak yang periang, pandai bersosialisasi. Bahkan dia juga mengajariku tentang arti persahabatan, pentingnya bersosialisasi, dan segala aspek kehidupan lainnya, dia juga mengajariku bahwa menjadi kutu buku itu bagus tapi menjadi anak yang pandai dalam akademis dan non akademis (bersosialisasi) itu justru lebih bagus. Saat itu aku baru tau bahwa dunia itu sangat luas dan aku harus berinteraksi dengan dunia untuk menyentuhnya bukan hanya selalu menjadi kutu buku. Dan akhirnya saat itu aku mulai terbuka untuk bersosialisasi, bahkan aku mengikuti banyak organisasi disekolahku dari rokhis, bantara, Karya Ilmiah Remaja, dan pada puncaknya aku menjadi wakil ketua OSIS. Dari berbagai organisasi itu aku memperoleh banyak teman dan pengalaman, walaupun aku mengikuti berbagai organisasi di SMA prestasiku juga masih bagus disekolah. Bahkan dari organisasikupun aku juga turut menyumbangkan prestasiku, yaitu aku memperoleh juara 1 lomba LCC Kepramukaan tingkat. Walaupun disibukkan oleh organisasi aku juga tetap sering menjadi delegasi sekolah untuk ikut lomba, pernah mengikuti lomba mapel biologi di kabupaten, lomba kimia antar anak-anak SMA di UNDIP. Lomba OKINES di UNNES dan saat itulah aku mulai mengenal UNNES dan berharap bisa kuliah disini. Saat kelas XII aku mulai bingung akan kuliah kemana, aku juga bingung dengan biayanya saat itu aku sering curhat ke guru BK disekolahku sehingga guru BK ku menyarankan aku untuk ikut bidikmisi. Aku akhirnya mengumpulkan segala persyaratan yang diperlukan dan saat kelas XII itu aku sering mondar-mandir di BK untuk mencari informasi tentang bidikmisi. Dan untungnya saat itu ada kakak kelasku di UNNES yang datang ke sekolahku untuk memberi info tentang UNNES dan beasiswa bidikmisi. Dan saat itu aku kemudian memilih UNNES untuk pilihan pertama dan jurusan kimia. Saat itu adlah sekitar bulan januari. Dan sejak saat itu aku selalu berdo’a semoga diterima disini. Tapi saat bulan januari itu temanku justru malah mengajak aku mendaftar di Poltekkes akhirnya aku juga mendaftar di Kebidanan Poltekkes tapi aku mendaftar di Poltekkes ini tanpa sepengetahuan kedua orang tuaku. Aku mendaftar dengan uang yang aku kumpulkan sendiri. Dan tidak disangka justru pengumumannya bulan maret poltekkes sudah diumumkan dan aku diterima bahkan nilaiku tertinggi pertama disini. Setelah diterima justru aku malah bingung memikirkan biayanya yaitu sekitar 15 juta, akhirnya aku bilang ke orang tuaku kalau aku mendaftar kuliah di Poltekkes dan UNNES. Dan aku sudah diterima di Poltekkes tapi harus membayar uang registrasi. Setelah berdiskusi dengan orang tua, dan melihat kondisi keuangan keluargaku aku akhirnya memilih menunggu pengumuman yang diUNNES dan melepaskan begitu saja yang di Poltekkes. Saat itu aku dan keluargaku benar-benar selalu berdo’a dan berharap agar aku diterima di UNNES. Saat itu 26 Mei aku pengumuman kelulusan UAN dan akhirnya aku lulus dengan nilai yang memuaskan bahkan mendapat nilai tertinggi disekolahku. Saat pulang dari mengambil nilai UAN disekolah bersama ibuku itu aku mendapat kabar dari temenku kalau SNMPTN Undangan sudah pengumuman saat itu aku berangkat ke warnet untuk melihat pengumumannya di Internet tapi Warnetnya malah tutup, aku benar-benar sangat galau saat itu aku bingung mau lihat dimana lagi pengumumannya hari sudah petang sekitar setengah 7 aku pulang kerumah dan bilang ke ibuku kalau warnetnya tutup, aku hampir menangis saat itu tiba-tiba aku mendapat sms dari guru BK ku kalau aku diterima di UNNES dengan beasiswa bidikmisi. Saat itu aku tidak percaya tapi guruku BK benar-benar meyakinkan aku kalau aku diterima. Ah....rasanya aku sangat bersyukur saat itu aku langsung sujud syukur. Ya Allah....akhirnya aku diterima di  UNNES.  Dan perjuanganku, air mataku, dan jerih payahku tak sia-sia. Dan firman Allah dalan QS.Al-insyiroh memang benar “sesungguhnya sesudah kesulitan pasti ada kemudahan”