Aku kembali lagi,
berdiri di sebuah persimpangan jalan yang gelap, hitam, pekat, tak tau harus
melangkah. Menangis dalam kegelapan berharap ada satu titik cahaya terang. Aku pernah
melewati jalan itu, jalan yang aku anggap benar. Lalu orang-orang disekitarku
berbisik padaku “kamu tak kan sampai dengan lewat jalan itu”. Aku tertatih-tatih
karena ucapan itu, ucapan yang cukup mengguncang jiwaku. Setiap orang pasti
punya cara tersendiri. Cara yang dianggap benar. Ketika cara itu tiba-tiba
disalahkan, kamu akan seperti meruntuhkan bangunan orang tersebut, hancur
berkeping-keping. Dan andai kamu tau aku orang seperti apa. Aku sulit bangun
ketika jatuh. Ya, itu kelemahanku. Kamu tau? Satu-satunya hal yang aku takutkan
saat itu adalah aku takut menjadi mati rasa. Sungguh, aku tak mau hal itu
terjadi.
Aku tetap dengan
caraku, ketulusan hatiku, kelembutan, yang semuanya kuberikan ke mereka setahun
ini. Habis tak bersisa bahkan meski hanya untukku sendiri. Hanya mereka yang
mengisi hari-hariku. Lalu aku dihadapkan pada kenyataan bahwa, tak semua orang
mengerti dan memahami caraku. Mungkin aku harus mengubahnya demi mereka agar
lebih baik, atau agar seperti yang mereka inginkan? Yang mana? Entalah. Aku
masih bingung.
Dengan kasih sayang
yang masih ada dalam hatiku yang kini mulai tumbuh lagi setelah jatuh terpuruk.
Aku berjalan pelan-pelan. Lalu tiba-tiba aku tersentak, seperti terhantam oleh
tembok, sangat keras. Aku ingin sekali menangis. Aku jatuh lagi, kali ini aku
tak tau bagaimana caranya untuk bangun kembali. Apa caraku memang salah? Atau
ini hanya sebuah ujian agar aku tetap menjadi kuat, tegar, dan bertahan dengan
kasih sayang yang aku miliki?
Sakit itu ketika rasa
kasih sayang yang kamu miliki dianggap sebagai sesuatu yang justru akan
menyakiti orang lain. Ya Rabb...mungkinkah selama ini aku salah? Tunjukilah aku
jalan yang benar. Tiada yang lebih maha tau kebenaran kecuali Engkau.