Kamis, 26 Februari 2015

Kereta dan Bis Tak Pernah Sama


Wanita itu duduk termenung di halte bis. Dia hanya mengamati satu persatu bis yang lewat dihadapannya. Tak satupun dari bis tersebut mampu menarik hati wanita itu untuk naik kedalamnya. Wanita itu hanya terus-menerus menunduk, menatap kedua kakinya yang terus diayunkannya. Nampaknya, kursinya terlalu tinggi untuk wanita itu.

Satu bis berhenti dan seorang pria keluar dari bis tersebut, ia tersenyum melihat wanita itu. Secara tidak sengaja wanita itu mendongakkan kepalanya keatas tepat saat laki-laki itu tersenyum kepadanya. Wanita itu hanya membalas dengan senyuman yang tipis. Laki-laki yang usianya lebih tua 4 tahun dari gadis itupun duduk didepan wanita itu.

“Sedang apa kau disini?” Ucap lelaki itu.

“Menunggu kereta.”  Jawab wanita itu singkat.

“Knapa gak nunggu di stasiun?” Laki-laki itu kembali bertanya. “Menunggu seseorang yang tidak pernah mau ditunggu itu ibarat menunggu kereta di halte bis. Tidak akan pernah lewat sampai kapanpun.”

Wanita itu lalu berkata, “Yah ... mungkin rasanya udah lebih dan lebih sampai lupa kalo udah lama nunggu dan ternyata nunggunya malah salah tempat.”

“Mungkin kamu sedang nunggu bis, bukan kereta.” Jawab laki-laki itu mencoba memberikan solusi.

Wanita itu tiba-tiba langsung menatap wajah pria tersebut, “Tak semudah menggantikan kereta dengan bis.” Jawab wanita itu sambil menggelengkan kepala lalu terdiam.

Laki-laki itu tampak bingung, kemudian kembali bertanya, “Lho kenapa? Bukannya itu sama-sama angkutan umum ya?”

Wanita itu tampak menghela nafas panjang sebelum akhirnya berkata, “ Orang yang kembarpun tetap berbeda. Mereka mungkin sama fisiknya. Tapi keduanya tetap berbeda dan tak akan sama. Sama halnya dengan kereta dan bis.”

“Berarti kamu salah tempat, harusnya nunggunya di stasiun.” Jawab laki-laki itu dengan girang, tampak senyum diwajahnya yang mulai letih.

Wanita itupun tersenyum, “Iya nanti aku pindah ke stasiun nyari keretanya. Jangan-jangan malah udah ketinggalan keretanya.” Wanita itu kembali terdiam tampak pasrah.

Laki-laki itu dengan muka bersinar seperti mendapatkan ide baru akhirnya berucap, “pesan tiket dulu, sekarang dah online.”

Wanita itu tersenyum getir, “Andai semudah itu...” Lama wanita itu terdiam lalu melanjutkan kata-katanya “Kalo aku laki-laki pasti udah berani mesen tiketnya. Sayangnya aku perempuan.”

Dengan nada sedikit bergurau laki-laki itu menjawab, “Apa mau aku pesenin? Tapi nanti tambah biaya administrasi.” Laki-laki itu kemudian tertawa.

Muka wanita itu langsung bersinar menatap laki-laki itu dan menjawab dengan antusias, “Boleh, tapi bayarnya kalo aku dah dikereta ya....”

Sayangnya laki-laki itu kemudian menjawab, “Maaf tidak bisa, ntar malah aku yang harus bayar semuanya.” Laki-laki itu kemudian tertawa.

Wanita itu kembali tertunduk lesu, “Tuh kan... emang sebaiknya aku nunggu sendirian.” Gumamnya pelan.

Tiba-tiba ada bis berhenti lagi dihalte tersebut, laki-laki itu kemudian berdiri dan menepuk bahu wanita itu dan berkata, “Good luck ajach..” Lalu terburu-buru pergi masuk kembali kedalam bis untuk meneruskan perjalanannya. Wanita itu hanya menjawab “Oke” dengan suara tak begitu terdengar. Wanita itu terus menatap laki-laki itu masuk kedalam bis, hingga akhirnya bis itu meninggalkannya sendirian di halte. 

Dalam hati wanita itu hanya berkata, “Andai kamu tahu,kereta itu adalah kamu.”


Senin, 09 Februari 2015

Aku Menemukan


Salahkah jika aku memimpikan ketenangan? Jika saja cahaya putih yang tenang di padang ilalang itu benar-benar ada, akupun ingin merasakannya. Awalnya aku tak begitu mengerti tentang ketenangan yang diharapkan oleh seorang pria dalam film rectoverso. Awalnya aku bertanya-tanya mengapa ia rela mengorbankan sisa hidupnya hanya demi ketenangan. Aku tak pernah habis pikir dengan hal itu. Tapi sekarang aku mulai memahami perasaan pria itu. Akupun ingin merasakan kedamaian yang tenang, tanpa pamrih semua itu mengalir, Tapi banyak orang mencemoohnya. Mereka tak mengerti, tepatnya belum mengetahui. Mereka hanya mengejar ambisi saja dan mengabaikan apa kata hati yang mereka sebut itu ilusi.

Entah sejak kapan aku merindukan ketenangan seperti itu, tapi rasanya benar-benar sejuk, tak seorangpun mampu mengusik alam fikiranku. Semua tak semenyedihkan yang orang lain kira. Ada kelembutan yang merasuk dalam jiwa, indah sekali. Mungkin tak akan kudapatkan dimanapun. Kesempatan langka untuk dapat menemukannya. Tapi aku tak boleh berlama-lama dengannya. Tak boleh seegois ini untuk mengabaikan semuanya. Iya, aku harus kembali

Minggu, 08 Februari 2015

Pulau Dewata


Kosong, tak berisi. Penat dan lelah yang menemani. Aku berusaha mencari isinya kemana-mana, tapi tak kutemukan. Disini, ditempat yang indah ini, yang kata orang adalah surga dunia, aku justru malah terduduk lemas tak mengerti. Aku berusaha mencari sesuatu, entah apa yang ku cari, tapi aku ingin mencarinya. Ditempat yang indah bernama Pulau Dewata ini, aku pernah menuliskan namamu diatas pasir putih pantai ini 5 tahun silam. Entah ini kebetulan atau tidak, tentu dengan tangan Sang Maha Kuasa aku kembali lagi berada ditempat ini.

Tak terasa ya... ternyata sudah 5 tahun. Entah apakah perasaanku masih sama seperti  5 tahun yang lalu atau tidak. Tapi, taukah kamu? Disini aku seperti  gelas kosong yang tak terisi. Bahkan aku merasa jiwaku gelap sekali. Bahagia dan sedih tak kurasakan disini. Jikapun hanya tertawa mungkin sekedar bibirku yang berbicara. Tapi hatiku enggan mengungkapkan rasanya.