Minggu, 26 April 2015

Ini Akhir Lima Tahun kita


Aku mencintaimu dan hal itu bisa kau baca dari mataku, mata yang  lima tahun lalu menatapmu. Saat itu aku masih berumur 17 tahun. Kamu masih ingat pertemuan pertama kita di pramuka kan? Kamu tak pernah menyapaku, akupun tak menyapamu. Lalu tiba-tiba kamu menawarkan perkenalan yang begitu aneh menurutku. Kamu memulai perkenalan kita lewat pesan singkat. Hingga aku dengan leluasa dan nyaman menceritakan semua masalahku padamu. Aku masih mengingat semuanya dengan jelas. Bahkan aku masih ingat, ketika aku sakit. Pagi-pagi sekali kamu menyempatkan waktu untuk menghiburku. Meskipun dengan suara cempreng nyanyian kamu diujung telepon, setidaknya itu mampu membuatku tersenyum dan melupakan rasa sakitku.

Tapi, aku terlalu bodoh mengabaikanmu saat itu. Iya, aku yang salah. Semua salahku. Selalu salahku. Maafkan aku karena pernah mengabaikan kamu saat kita bersama. Pernah melukis luka dihatimu yang mungkin masih tersisa hingga saat ini. Bodohnya diriku ini, bahkan saat kamu terluka, tersakiti, tersia-sia olehku, aku malah diam aja. Tak berfikir bagaimana sakitnya menjadi kamu saat itu.
Yah.... andai kamu tahu, aku terlalu mengedepankan egoku daripada hatiku saat itu. Aku terlalu berambisi untuk memenangkan olimpiade tahun itu. Hingga aku tak ingin merusaknya dengan permainan cinta anak SMA. Tapi nyatanya, aku memang sudah terseret dalam api asmaramu. Tapi sayang ketika aku sadar, semua sudah terlambat. Kamu bahkan tak pernah memberikan lagi kesempatan itu.

Aku merasa ini tak adil untukku. Selama hatiku menangis penuh penyesalan bertahun-tahun. Kamu justru telah melupakanku. Kamu pergi justru disaat aku berharap semua mimpi kita bisa menjadi nyata. Sekarang aku merasa menjadi gadis paling tolol yang tiba-tiba lemah karena tersakiti cinta. Aku ini gadis polos yang hobinya cuma menangis, bermimpi, dan menulis, lalu aku tak pernah tahu apa yang harus aku lakukan, jika hatiku sedang sangat remuk seperti ini. Aku tak tahu apa arti semua ini. Kamu yang selalu menyebut-nyebut namanya, dan selalu kau ceritakan padaku betapa kau mencintainya. Aku tetap tersenyum didepanmu, berusaha memberi penguatan untukmu, menjadi hujan untuk mengobati kemaraumu. Walaupun kamu tak pernah tahu, hatiku sebenarnya menangis meronta mendengarnya. Aku ingin pergi, aku ingin berlari, namun aku tak pernah bisa melakukannya. Bodohnya aku mencintaimu, sangat mencintaimu. Perasaan itupun masih sama meskipun aku berusaha sekuat mungkin menghindarimu.

Kamu tentu tidak akan pernah tahu rasanya jadi aku. Rasanya jadi gadis yang selalu menatap ponsel hanya karena menunggu kabar darimu. Kamu tak tahu rasanya jadi wanita yang tak tahu apa-apa, namun tiba-tiba dunianya jadi dibikin berbeda karena kehadiranmu. Kamu membuat duniaku jungkir balik, pernapasanku selalu sesak karena lelah menunggu. Dan mataku selalu kabut penuh mendung bayang-bayang kamu. Kamu tak akan pernah tahu rasanya jadi aku yang selalu menunggumu pulang. Kamu tidak akan pernah tahu rasanya jadi perempuan yang diam-diam menangis ketika membaca pesan singkat kita.

Aku mencintaimu dan rasanya lima tahun menunggumu sudah sangat cukup bagiku. Aku sudah lelah, aku terlalu lelah untuk terus berada dalam permainan ini. Aku tak bisa terus berbohong pura-pura memperlihatkan senyum kepadamu. Senyum yang sebenarnya berisi penuh tangisan. Mungkin ini saatnya aku benar-benar pergi dari kehidupan kamu.  Ketika aku tidak bisa menjauhkan perasaan ini dari kamu, maka menjauh secara fisik menjadi pilihan terakhirku. Aku tidak akan pernah menghubungi kamu lagi. Dan tolong kamu jangan mencariku lagi ketika kamu menangis, ketika kamu sakit, ketika kamu ada masalah, ketika kamu butuh teman cerita, sungguh jangan cari aku. Aku butuh waktu untuk sendiri. Semua barang-barang tentang kamupun sudah kusingkirkan.sekarang aku ingin memulai hidup baru, seperti saat aku belum mengenalmu. Jika sebelum perkenalan kita aku bisa hidup tanpa kamu. Sekarangpun aku yakin bisa tanpa kamu, meskipun dengan proses yang akan menggerus hatiku setiap hari. Tapi aku janji aku akan menjadi wanita yang kuat berdiri sendiri meskipun pernah memiliki hati yang hancur. I’m promise....

Aku hanya ingin berpesan kepadamu, jaga kesehatan kamu. Jangan lupa sholat lima waktu. Aku akan selalu berdo’a agar kamu bahagia. Kita akan bahagia dengan hidup masing-masing. Suatu saat nanti jangan pernah kau sesali karena tak memilihku. Aku tak pernah tahu apakah nanti akan ada wanita yang begitu tulus mencintaimu sepertiku saat ini. Apakah akan ada wanita yang lebih perhatian daripada aku. Apakah akan ada wanita yang rela menghabiskan air matanya demi melihat kebahagiaan laki-laki sepertimu. Aku harap akan ada yang menggantikanku setulus hati mencintaimu.karena akupun juga selalu yakin akan ada pria lain yang mengulurkan tangannya untuk melindungiku setiap saat. Laki-laki yang akan mengusap air mataku menjadi butir-butir kebahagian untukku dan juga untuknya. Dialah laki-laki sejati yang akan menjadi imam dalam rumah tanggaku. 

Aku menulis ini ketika dadaku sudah terasa sesak menangis sendiri semalaman.
Malam yang sunyi  01:42

Rabu, 15 April 2015

Sepaket Kenangan Kamu dan Jakarta


Gemerlap lampu malam, suara bising kendaraan, dan gedung-gedung menjulang tinggi turut menghiasi kota ini. Penuh dan sesak identik menggambarkan kota yang pernah disebut Batavia. Apa kabar kamu? Bagaimana di Jakarta?  Sudah cukup lama kita tak bersua. Sibuk apakah kau akhir-akhir ini? Masihkah bergelut dengan siswa-siswa kecilmu yang menggemaskan itu? Atau malah sibuk mengurus tumpukan dokumen yang harus segera kau kirim lewat online? Entahlah, aku juga tak begitu tau sekarang kau lebih menyukai aktivitas apa? Atau justru kau lebih suka bergalau ria didepan layar handphone? Haha... hobi barumu yang akhir-akhir ini sering ku tebak sendiri dan seringkali membuatku tersenyum ketika mengingatnya.

Tentang jakarta, Aku sering bertanya-tanya sendirian apa menariknya kota ini hingga kau enggan sekali pulang dari kota ini, kota penuh misteri yang kata orang menjanjikan mimpi-mimpi. Apa kau juga punya mimpi terhadap kota ini? Apa mimpimu? Bolehkan aku tau? Ah sudahlah tak penting memberi tahuku soal ini. Sembunyikan saja mimpi-mimpimu dalam sujud panjangmu ditengah malam. Ketika hiruk pikuk kota jakarta mulai senyap ditelan gulita malam. 

Jakarta, memandangnya saja aku sudah merasa penat, apalagi menjadi bagian darinya sepertimu. Tapi taukah kamu, Yang membuatku semangat untuk datang ke kota ini tiap tahun? Salah satunya adalah kamu. Kamu menjadi bagian terpenting dari jawaban pertanyaan itu. Hampir setiap tahun kulangkahkan kakiku di kota ini. Memandangi kerlap-kerlip lampu malam dan gedung-gedung tinggi di malam hari menjadi hobi tersendiri ketika datang ke kota ini. Apalagi meluncur dengan bis kecepatan tinggi diatas jalan layang. Taukah kamu? Disitu aku bisa memandangi hampir seluruh sudut kota jakarta. Meski tak pernah bisa ku lihat kamu dari atas sana, setidaknya aku tetap bisa merasakan damainya jakarta yang justru sering kau keluhkan itu. Taukah kamu? Mataku selalu berbinar ketika ada seseorang menyebut kota jakarta. Iya.... jakarta mengingatkanku tentang kamu, seorang sahabat yang berjuang keras untuk meraih mimpinya. Menyandarkan asa pada kehidupan jakarta. Kita pun sebenarnya pernah merangkai asa bersama, merangkai mimpi di kota Semarang. Sayangnya, Semarang tak bisa memberikan ruang untuk asa kita bersama. Hingga kamu memutuskan untuk memilih ibu kota sebagai tempat kamu mewujudkan mimpi. Tuhan memang selalu punya rencana indah dibalik setiap kesedihan yang ia berikan.  Di Jakarta kau bukan hanya  belajar disana, tapi kamu mendapatkan hal yang lebih penting dari itu semua pembelajaran hidup yang tak semua orang bisa meraihnya. 

Tapi bolehkah aku bertanya? Disela kesibukanmu pernahkah kau sempatkan waktu untuk sekedar mengingatku? Tentu saja tak pernah, bukan? Memberi kabar padaku saja kau enggan melakukannya. Hampir setiap saat aku yang justru harus mencari penghapus terbaik agar bisa menghapus kamu, menghapus jejak yang pernah kita lalui bersama ketika kita masih berseragam putih abu-abu. Rasanya sekuat apapun aku berusaha menghapusnya, kamu dan jakarta tetap menjadi sepaket kenangan yang akan selalu ku kenang entah sampai kapan.

Selasa, 14 April 2015

Nasihat Untuk Oppa


Teruntuk teman serombel yang sering kusebut oppa....

Oppa.... Tahukan kamu. Kamu adalah teman yang ku anggap seperti kakak. Meski bahasamu sedikit berbeda dari yang lain. Kata-katamu sedikit kasar, tapi aku selalu beranggapan bahwa sungguh hatimu pasti lembut. Tapi akhir-akhir ini aku tersadar oppa. Akupun merasa sedih, bahwa sepertinya apa yang dikatakan orang tentangmu itu benar. Kamu tak bisa selamanya merendahkan orang oppa, kamu tak boleh selamanya menyakiti orang-orang lewat kata kasarmu. Bahkan ku ingat oppa pernah membuat teman kita menangis. Dia wanita oppa, tentu hati seorang wanita itu rapuh. Tapi lewat kata kasar oppa yg terus menerus kau membuatnya menangis. Sedikit demi sedikit kamu harus belajar menghargai orang oppa. Tak selamanya kamu bisa merendahkan orang dengan membandingkan kelebihan yang kamu punya. Bukankah kau tau dunia itu seperti roda kehidupan yang akan terus berputar. Tak selamanya kita akan berada diatas. Terkadang Tuhan juga akan menempatkan kita di posisi paling bawah. Disaat kita berada di atas harusnya kita merangkul yang di bawah, kita bantu mereka yang kesusahan. Kau tahu oppa? kita tak pernah tau, terkadang kita bisa berhasil karena doa orang-orang yang pernah kita bantu. Kita tak pernah tau kan? Orang lain akan mendoakan kita seperti apa...

Kau pernah bilang oppa bahwa berbicara kasar sudah jadi karakter oppa. Tapi bukankah jika kita ingin berubah sedikit demi sedikit pasti bisa? Awalnya mungkin terasa susah tapi lama-lama akan terbiasa. Bukankah ketika kecil kita juga tak bisa berjalan? tapi karena kita mau belajar akhirnya kita bisa berjalan kan? Kurasa kehidupan juga seperti itu oppa, kita harus terus belajar jadi lebih baik, jadi orang yang jangan sampai menyakiti orang lain. Kita tebar kedamaian disekitar kita. Tentu Tuhan juga akan menebar kedamaian dalam hati kita. Setidaknya belajarlah untuk sedikit saja menghargai teman-teman kita oppa. Belajar untuk tidak merendahkan orang lain. Belajar untuk tidak menyakiti orang lain lewat kata yang kita ucapkan.

Oppa... Taukah kamu? Terkadang mata bisa membohongi kita. Lidah bisa menyengsarakan kita. Maka dari itu hidup bukan tentang melihat dan mengatakan, bukan tentang siapa yang benar dan siapa yang salah, bukan tentang siapa yang kuat dia akan bertahan. Hidup lebih dari sekedar itu semua. Kau harus tau oppa... terkadang tak hanya penglihatan yang harus kita percayai, tetapi ketulusanlah yang jauh melebihi itu, ketulusan dari hati yang mungkin tak akan bisa terlihat oleh mata. Hidup bukan tentang siapa yang salah, tetapi bagaimana caranya mengalah karena benar.

Dari matahari oppa harusnya bisa  belajar bahwa ia selalu menghangatkan siapa saja tanpa memilih. Ia tak pernah mengeluh meski harus setiap hari menyinari muka bumi. Ia selalu dengan tulus menyinari, ia hanya memberi tanpa pernah mengharap kembali. Kau harus bisa mengontrol segala jenis amarahmu oppa. Kemarahan terkadang bisa menjadi boomerang bagi dirimu sendiri. Belajarlah untuk bersabar, belajarlah menghargai orang. Karena memang benar ujian terberat yakni kesabaran.

Teruntuk oppa, akupun bukan seorang yang sempurna yang berhak mengatakan ini semua oppa. Tapi Bukankah kita harus saling mengingatkan dalam kebaikan?  sebagai teman, aku hanya ingin melihat oppa jadi lebih baik, bahkan menjadi lebih baik dimata Allah. Ingatlah selalu oppa yang kekal hanyalah milik Allah. Ingatlah selalu tentang makhluk yang tak selamanya hidup. Berikan yang terbaik untuk sekitar kita, berikan kedamaian dalam hati teman-teman kita. Sehingga kita bisa terus berjuang bersama-sama dalam kebaikan. Tanpa ada kebencian, permusuhan dan dendam. Aku yakin kita semua pasti bisa.

Semoga Allah selalu melembutkan hati kamu oppa :-)

Minggu, 12 April 2015

Rindu Embun

Tuhan.... Mungkin aku terlalu menurutkan egoku
Mungkin aku terlalu lama meninggalkanMu dalam pengabaian.
Malam ini aku merindukanMu Tuhan......
Lewat hati ini aku ingin berbicara padaMu
Aku ingin bersimpuh lama dipangkuanmu.
Tapi aku tak kuasa lagi ....
Rasanya tak sama seperti dulu...
Mungkin aku terlalu jauh dari Mu, ampuni aku ya Alllah...
Ampuni aku yang senantiasa mengeluh dengan segala ujianmu...
Maafkan hamba yang terlalu hina untuk meminta maaf ini, Tuhan.
Maaf aku selalu saja tak kuasa menahan amarah ini.
Aku takut amarah ini akan memenuhi jiwaku hingga aku lupa rasanya dekat denganMu Tuhan....
Tak dapat kuhitung lagi rasa ini
Rasa ingin selalu kembali
Atau rasa nyaman yang menyelimuti
Dan bahkan rasa dari segala sumber rasa
Aku tahu Muaranya, asalnya dariMu Tuhan