Jumat, 17 Oktober 2014

Persimpangan Jalan


Aku kembali lagi, berdiri di sebuah persimpangan jalan yang gelap, hitam, pekat, tak tau harus melangkah. Menangis dalam kegelapan berharap ada satu titik cahaya terang. Aku pernah melewati jalan itu, jalan yang aku anggap benar. Lalu orang-orang disekitarku berbisik padaku “kamu tak kan sampai dengan lewat jalan itu”. Aku tertatih-tatih karena ucapan itu, ucapan yang cukup mengguncang jiwaku. Setiap orang pasti punya cara tersendiri. Cara yang dianggap benar. Ketika cara itu tiba-tiba disalahkan, kamu akan seperti meruntuhkan bangunan orang tersebut, hancur berkeping-keping. Dan andai kamu tau aku orang seperti apa. Aku sulit bangun ketika jatuh. Ya, itu kelemahanku. Kamu tau? Satu-satunya hal yang aku takutkan saat itu adalah aku takut menjadi mati rasa. Sungguh, aku tak mau hal itu terjadi.

Aku tetap dengan caraku, ketulusan hatiku, kelembutan, yang semuanya kuberikan ke mereka setahun ini. Habis tak bersisa bahkan meski hanya untukku sendiri. Hanya mereka yang mengisi hari-hariku. Lalu aku dihadapkan pada kenyataan bahwa, tak semua orang mengerti dan memahami caraku. Mungkin aku harus mengubahnya demi mereka agar lebih baik, atau agar seperti yang mereka inginkan? Yang mana? Entalah. Aku masih bingung.

Dengan kasih sayang yang masih ada dalam hatiku yang kini mulai tumbuh lagi setelah jatuh terpuruk. Aku berjalan pelan-pelan. Lalu tiba-tiba aku tersentak, seperti terhantam oleh tembok, sangat keras. Aku ingin sekali menangis. Aku jatuh lagi, kali ini aku tak tau bagaimana caranya untuk bangun kembali. Apa caraku memang salah? Atau ini hanya sebuah ujian agar aku tetap menjadi kuat, tegar, dan bertahan dengan kasih sayang yang aku miliki?

Sakit itu ketika rasa kasih sayang yang kamu miliki dianggap sebagai sesuatu yang justru akan menyakiti orang lain. Ya Rabb...mungkinkah selama ini aku salah? Tunjukilah aku jalan yang benar. Tiada yang lebih maha tau kebenaran kecuali Engkau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar